KARAWANG | SUARACIKARANG.COM | Sebagai wujud nyata pengabdian kepada masyarakat dan kepedulian terhadap isu lingkungan, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA) di Desa Sindangmukti, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang, melaksanakan rangkaian kegiatan edukasi dan pemasangan lubang biopori selama empat hari berturut-turut, mulai 30 Juni hingga 3 Juli 2025.
Sebanyak 8 titik lubang biopori berhasil dipasang di empat dusun berbeda, yaitu:
Dusun Ciligur II sebanyak 3 titik,
Dusun Ciligur I sebanyak 1 titik,
Dusun Rawakepuh sebanyak 2 titik, dan
Dusun Kamurangjati sebanyak 2 titik.
Kegiatan ini melibatkan 18 mahasiswa dari berbagai program studi dan didampingi oleh Dosen Pembimbing Lapangan (DPL), Nana Diana, S.E., M.E.Sy. Selain itu, lebih dari 40 warga desa ikut terlibat secara aktif sebagai peserta dalam proses pembuatan dan edukasi biopori.
Aksi Lapangan dan Sosialisasi ke Masyarakat
Setiap hari, mahasiswa dibagi menjadi beberapa tim dengan tugas yang berbeda, mulai dari menjaga posko, melakukan sosialisasi, hingga pemasangan langsung biopori di lingkungan rumah warga. Dalam kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya sekadar memberi informasi, tetapi juga mengajak warga untuk terlibat langsung menggali lubang, mengisi sampah organik, dan memahami fungsinya.
“Kami ingin warga merasa memiliki lubang biopori ini. Kalau mereka terlibat langsung, besar harapannya akan mereka rawat dan lanjutkan di rumah masing-masing,” ujar Ahmad Ali Nasim, selaku Koordinator Mahasiswa KKN Desa Sindangmukti.
Warga terlihat antusias dan aktif bertanya selama sosialisasi berlangsung. Bahkan beberapa warga menyatakan keinginan untuk membuat lubang biopori sendiri di pekarangan rumah mereka setelah mendapat pemahaman manfaatnya.
Edukasi Penting: Biopori Bukan Tempat Sampah Biasa
Dalam penyampaian teknis, mahasiswa menekankan bahwa lubang biopori bukan tempat pembuangan sampah biasa, tetapi media khusus untuk mengelola sampah organik dan mengurangi genangan air saat hujan. Mahasiswa menyampaikan beberapa poin penting kepada warga:
Lubang biopori harus dibuat rata dengan permukaan tanah.
Biopori hanya diisi dengan sampah organik, seperti sisa sayuran, kulit buah, dan daun-daunan.
Warga tidak diperkenankan menekan atau memadatkan isi lubang agar sirkulasi udara tetap berjalan.
Sampah organik akan mengalami proses penguraian selama 3–4 minggu, tergantung jenisnya.
Dalam jangka waktu sekitar 6 bulan, isi biopori dapat dipanen menjadi kompos alami yang bisa digunakan untuk menyuburkan tanaman.
“Biopori adalah solusi sederhana yang menjawab dua masalah besar: limbah organik dan kurangnya resapan air. Ini bukan proyek jangka pendek, tapi budaya yang ingin kami tanamkan,” ungkap Ahmad Ali.
Harapan Akan Keberlanjutan
Dosen Pembimbing Lapangan, Nana Diana, mengapresiasi semangat mahasiswa dan keterbukaan warga dalam menerima program ini. Ia menekankan pentingnya keberlanjutan setelah KKN berakhir.
“Kami berharap, warga bisa melanjutkan inisiatif ini secara mandiri. Mahasiswa sudah memberikan ilmunya, sekarang giliran masyarakat menjaga dan memanfaatkannya,” ujar Nana.
Seluruh rangkaian kegiatan diakhiri dengan pembuatan berita acara, dokumentasi, dan evaluasi internal. Delapan titik lubang biopori yang telah dipasang kini menjadi simbol kolaborasi mahasiswa dan masyarakat dalam menjaga lingkungan.
Kegiatan pemasangan biopori ini bukan hanya menjadi agenda formal mahasiswa KKN, tapi juga menjadi pengingat bahwa perubahan besar seringkali dimulai dari hal-hal kecil. Dari sebuah lubang kecil di tanah, tumbuh harapan akan desa yang lebih hijau, bersih, dan sehat. (Red)