Bekasi Suara Cikarang.com
Hasil investigasi lapangan yang dilakukan Kang Edo, Ketua Umum Forum Masyarakat Anti Obat Terlarang (FORTAL), mengungkap peta baru peredaran obat terlarang jenis Tramadol di Kabupaten Bekasi. Temuan ini bukan sekadar memotret harga dan distribusi, tetapi juga membuka fakta adanya pergeseran kekuatan antar bandar, hingga praktik “setoran” kepada oknum yang diduga menjadi beking.
Menurut Kang Edo, Tramadol model lama kini nyaris tak lagi memiliki nilai jual karena harga yang melonjak tajam. “Dulu laku keras, tapi sekarang harganya tembus Rp250.000 per bok isi lima lembar. Pembeli banyak yang beralih,” ungkapnya.
Tren ini berubah setelah masuknya Tramadol model baru yang disebut-sebut berasal dari Bandung. Obat ini lebih murah, dijual Rp185.000 per bok isi lima lembar, dan peredarannya cepat menggerus pasar lama karena menyasar jaringan yang lebih luas.
Seorang bandar besar berinisial NA mengakui langsung dampak pergeseran ini. “Terkapar kabeh BD lama ku BD pendatang baru dengan model Tramadol baru,” ujarnya, menggambarkan hancurnya dominasi pemain lama akibat serbuan barang baru.
Di tengah pergeseran pasar itu, muncul nama HL, oknum yang diduga menjadi koordinator pemungut kutipan dari semua bandar di wilayah Jati, Kabupaten Bekasi. Dana tersebut, menurut temuan FORTAL, digunakan untuk “mengatur” para oknum beking agar distribusi barang tetap aman tanpa gangguan penegakan hukum.
Lebih jauh, beberapa bandar lama kini memilih beroperasi di balik layar, menyerahkan kendali lapangan kepada orang terdekat mereka. Dua nama yang mengemuka adalah AM dan AN — istri dari bandar lama — yang kini diduga mengambil alih jaringan dan jalur distribusi.
Temuan FORTAL ini menggambarkan bahwa peredaran Tramadol di Kabupaten Bekasi bukan sekadar masalah obat terlarang, tetapi juga arena perebutan bisnis dengan dukungan jaringan proteksi oknum. Pertanyaannya kini, beranikah aparat benar-benar membongkar mata rantai yang sudah begitu dalam mencengkeram wilayah ini?
Red
Editor Enan ST




